LEMBAR HASIL KERJA
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Judul Praktikum : Deteksi
Bakteri Amilolitik dan Proteolitik
Nama / Nim : Neddy
Ferdiansyah / 08101004016 Kelompok : IV (Empat)
Asisten : Novida
R Sinaga Tanggal :
18 April 2013
I. TUJUAN
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri bakteri pada medium yang mengandung
amilum dan untuk mengetahui ciri-ciri bakteri proteolitik pada medium yang
mengandung protein (protein susu).
II. LANDASAN TEORI
Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantung
yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja okstansif
bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan pelepasan produk
akhir yang 7dapat diasimilasi. Papila berkembang dengan baik, sehingga luas
permukaan rumen bertambah 7 kalinya. Dari keseluruhan asam lemak terbang yang
diproduksi 85 % diabsorbsi dari epitel retikula rumen (Suriawiria 1990: 163).
Bakteri proteolitik merupakan mikroorganisme yang
memproduksi enzim protease ekstraselluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi
didalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel tetapi tidak semua mempunyai
enzim protease ekstraselluler. Bakteri proteolitik 7dapat digolongkan menjadi
beberapa kelompok, kelompok pertama bakteri aerobik atau anaerobik akultati,
tidak membentuk spora, misalnya pseudomonas dan proteus, kelompok kedua bakteri
aerobik dan anaerobik fakltatif membentuk spora misalnya basillus, kelompok
ketiga yaitu bakteri anaerobik pembentuk spora misalnya clostridium (Waluyo
2008: 164).
Bakteri amilolitik merupakan mikroorganisme yang
mampu memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk
glukosa. Kebanyakan mikroorganisme amilolitik tumbuh subur pada bahan pangan
yang banyak mengandung karbohidrat (Gunawan 2013: 1).
Kondisi dalam rumen adalah
anaerobik, dan mikroorganisme yang paling sesuai dan dapat hidup dapat
ditemukan didalamnya. Tekanan osmose pada7 rumen mirip dengan tekanan aliran
darah. Temperatur dalam rumen adalah 38-420C, kurang lebih tetap dan
pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Saliva yang masuk
ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahanan pH tetap
pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion HCO3 dan
PO4 (Arora
1999: 10).
Rumen hewan pemamah
biak mencerna makanan yang mengandung selulosa dan polisakarida melalui sistem
lambung dengan bantuan mikroba. Karena didalam sistem lambung tersebut tidak
tersedia enzim pemecah selulosa dan menyebabkan terjadinya jalinan kehidupan
seperti simbiosis antar mikroba penghasil selulosa dengan sistem lambung hewan
tersebut. Makanan hewan yang berupa rumput-rumputan dan jenis daun-daunan yang
lainnya. Bahan tersebut sebagian besar ter7susun oleh polisakarida tananian dan
selulosa yang tidak larut dalam air, tetapi dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh sekelompok mikroba, maka bahan-bahan tersebut dapat dicerna dan
dimanfaatkan dalam proses-proses metabolisme tubuh hewan (Suriawiria
1999: 163).
Selulosa, hemiselulosa,
dan pektin dapat dicerna dengan baik sedangkan lignin tidak dapat dicerna sama
sekali. ADF mengandung 15 % pentosan yang disebut “micellar protein” yang
kurang dapat dicerna melainkan karbohidrat jenis lainnya. Lignin mempengaruhi
proses pencernaan hanya jika berada di dalam dinding sel. Hal inilah yang menyebabkan
rumput dengan kandungan lignin rendah tetapi mempunyai lebih banyak dinding sel
kurang dapat dicerna dibandingkan Leguminoceae yang memiliki lignin dua kali
lebih banyak. Dan hal ini disebabkan Leguminoceae rata-rata mempunyai kandungan
dinding sel yang lebih rendah dari pada rumput-rumputan Graminaceae (Arora 1999:
17).
Didalam rumen,
spesies-spesies bakteri dan protozoa yang berbeda-beda saling berinteraksi
melalui hubungan simbiosis dan menghasilkan produk-produk yang khas seperti selulosa, hemiselulosa,
dan pati. Melalui pencernaan polimer tumbuhan, bakteri-bakteri tertentu akan
bertanggungjawab dalam proses fermentasi pregastris membentuk asetat, propionat
butirat, CO2 dan H2. Spesies bakteri metanogenik
mempergunakan CO2, H2 dan formal untuk membentuk metana.
Beberapa spesies memproduksi monia dan asam lemak terbang berantai cabang dari
asam-asam amino tertentu (Suriawiria 1999: 168).
Bakteri amilolitik adalah bakteri yang
mampu menghidrolisis amilum menjadi gula sederhana yang mudah larut, sedangkan
bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu menghidrolisis protein menjadi
dipeptida atau bahkan menjadi asam amino yang mudah larut sehingga mudah
dicerna. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa bakteri
amilolitik adal7ah bakteri yang mampu menghasilkan enzim amilase, sedangkan
bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu menghasilkan enzim protease. Hal
tersebut didasarkan pada kemampuan kedua bakteri tersebut dalam menghidrolisis
substrat tertentu, misalnya protein dan amilum (Pelczar & Chan 2005: 56).
Kalau diketahui bahwa volume lambung
sapi adalah 100 liter dan lambung kambing adalah 6 liter, maka sebenarnya
dengan terjadinya proses enzimatis di dalamnya, maka lambung tersebut adalah
bejana fermentasi (fermentator) alami yang menakjubkan, dengan temperatur
konstan 39 0C. Bahan makanan yang memasuki bejana tersebut akan
tercampur dengan mikroba fermentatif selama lebih kurang 9 jam. Selama itu
bakteri selulolitik dan protozoa akan menghidrolisis selulosa menjadi
disakarida-selubiose dan monosakarida glukosa (Suriawiria 1999: 163).
Faktor fisik
seperti pengisian gastro intestinal menimbulkan disten si retikulo rumen dan
akan membatasi konsumsi selanjutnya. Gastrin merangsang motilitas omasum dan
menghambat motilitas retikulo rumen, sehingga konsumsi pakan akan menurun.
Beberapa pakan tertentu kurang palatabilitasnya dibandingkan paka lainnya, hal
ini akan membatasi konsumsi pakan. Bakteri Intonindra
dan Ophroyosculex yang berfungsi
memecah protein dalam rumen mempunyai dua enzim proteolitik, yaitu protinase
dan peptidase. Bakteri proteolitik yang dapa7t diidentifiksi dalam rumen adalah Bacteriodes,
Amylophilus, Peptostreptococcus. Sebagian besar galur bakteri tersebut
memiliki aktivitas eksopeptidase (Arora 1999: 9-10).
III. CARA KERJA
1. Pembuatan suspensi cairan rumen sapi
Larutan
garam fisiologis sebanyak 9 ml dalam tabung reaksi diinokulasi dengan 1 gram
kotoran rumen, selanjutnya dihomogenkan menggunakan super mixer kurang lebih 1
menit. Setelah homogen dibuat pengenceran sampai 10-3.
2.
Inokulasi suspensi cairan rumen ke media uji
Pada pengenceran 10-3 diambil 0,1 ml
diinokulasi kedalam medium Starch Agar dan diratakan menggunakan drigal sky.
Dlakukan inokulasi yang sama kedalam medium Skim Milk Agar. Masing-masing
diinkubasi pada suhu 370C selama 2 x 24 jam. Setelah diinkubasi
ditambahkan iodium lugol pada koloni yang tumbuh pada permukaan medium Starch7
Agar, diamati apakah terdapat koloni yang dikelilingi zona jernih. Pada medium
Skim Milk Agar juga diamati apakah terdapat koloni yang dikelilingi zonaa
jernih.
Laporan mikrobiologi
IV. HASIL PENGAMATAN
Keterangan :
1. Koloni bakteri
2. Medium Starch
Agar + 7iodium
Gambar 1. Bakteri amilolitik dari rumen
sapi
Keterangan :
1. Koloni
bakteri
2. Zona
bening7
3. Medium skim milk
Gambar 1. Bakteri proteolitik dari rumen
sapi
V. PEMBAHASAN
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan yang bertujuan untuk mengetahui bakteri yang
terdapat pada rumen yang diambil pada perut sapi. Menurut pendapat Arora (1998:
44), bahwa kondisi dalam rumen adalah anaerobik, dan mikroorganisme y7ang
paling sesuai dan dapat hidup dapat ditemukan didalamnya. Tekanan osmose pada
rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38-420C,
kurang lebih tetap dan pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan
ammonia yang masuk kedalam rumen.
Terbentuknya
zona bening pada amilolitik dan proteolitik disebabkan oleh aktivitas bakteri
amilolitik dan proteolitik yang memblock daerah pada cawan petri untuk
mendapatkan makanan yang berasal dari amilolitik berupa pati dan makanan yang
berasal dari proteolitik kasein. Pada daerah zona bening kita dapat melihat
pertumbuhan bakteri amilolitik dan proteolitik diba7ndingkan dengan daerah yang
tidak terdapat zona beningnya. Menurut pendapat Suhartono (1997: 89), terbentuknya
zona bening disekitar koloni disebabkan karena adanya aktivitas hidrolisis
substrat skim milk agar dan pati yang di dalamnya mengandung substrat kasein
dan pati. Skim milk agar ini dapat menghidrolisis protein sedangkan starch agar
akan menghidrolisis pati menjadi gula yang sederhana.
Pendeteksian
bakteri amilolitik dan proteolitik yang terdapat didalam rumen harus dilakukan
pada media yang penanamannya disimpan pada keadaan yang aerobik. Hal tersebut dikarenakan bakteri yang ada
didalam rumen termasuk kelompok bakteri anaerobik. Sehingga penanaman bakteri
disimpan menggunakan anaerob jar, yang bertujuan agar bakteri amilolitik dan
proteolitik dapat tumbuh pada media starch agar dan skim agar. Menurut Arora
(1999: 7), kondisi dalam rumen adalah anaerobik dan mikroorganisme yang paling
sesuai dan dapat hidup ditemukan di dalamnya. Kebutuhan CO2 bakteri
anaerobik sangat besar dan rumen memberi kondisi anaerobik secara sempurna.
Untuk
mendeteksi keberadaan bakteri amilolitik dan proteolitik digunakan enzim amilase dan protease. Apabila
didalam rumen hewan ruminansia terdapat aktivitas hidrolisis amilum dan juga
protein, maka dapat dipastikan keberadaan bakteri proteolitik dan amilolitik
didalam rumen hewan ruminansia tersebut. Menurut Pelczar & Chan (2005: 56),
bakteri amilolitik adalah bakteri yang mampu menghidrolisis amilum menjadi gula
sederhana yang mudah larut, sedangkan 7bakteri proteolitik adalah bakteri yang
mampu menghidrolisis protein menjadi dipeptida atau bahkan menjadi asam amino
yang mudah larut sehingga mudah dicerna.
Dalam praktikum
ini diperoleh hasil bahwa kemampuan bakteri proteolitik sehingga terbentuk zona
bening pada media skim agar. Sedangkan pada starch agar ditemukan adanya koloni
bakteri. Untuk media starch agar terlebih dahulu ditambahkan lugol 7agar
hasilnya dapat dilihat dengan jelas. Menurut Arora (1999: 18), terbentuk atau
tidaknya zona bening baik pada bakteri amilolitik dan proteolitik dapat
disebabkan oleh media penanaman yang terlalu padat ataupun penyebaran suspensi
rumen yang mengandung bakteri amilolitik dan proteolitik tidak merata sehingga
bagian yang terbentuk zona bening adalah bagian yang mengandung makanan dengan
sedikit koloni yang ada di dalam zona bening.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kemampuan koloni-koloni dalam menghidrolisis suatu
bahan antara lain kemampuan koloni bakteri atau bakteri itu sendiri dalam
memproduksi enzim yang dapat menghidrolisis suatu bahan yang terdapat pada
medium. 7Menurut Munawar (2007: 11), koloni bakteri proteolitik dapat
menghasilkan enzim protease yang mampu menghidrolisis protein menjadi dipeptida
atau bahkan menjadi asam-asam amino penyusunnya, terbentuknya zona bening pada
medium skim milk agar disebabkan oleh aktivitas bakteri proteolitik yang
menghidrolisis protein.
Terbentuknya
zona bening pada amilolitik dan proteolitik disebabkan oleh aktivitas bakteri
amilolitik dan proteolitik yang memblock daerah pada cawan petri untuk
mendapatkan makanan yang berasal dari amilolitik berupa pati dan makanan yang
berasal dari proteolitik kasein. Pada daerah zona bening kita dapat melihat
pertumbuhan bakteri amilolitik dan proteolitik dibandingkan dengan daerah yang
tidak terdapat zona beningnya. 7Menurut pendapat Suhartono (1997: 89), terbentuknya
zona bening disekitar koloni disebabkan karena adanya aktivitas hidrolisis substrat
skim milk agar dan pati yang di dalamnya mengandung substrat kasein dan pati.
Skim milk agar ini dapat menghidrolisis protein sedangkan starch agar akan menghidrolisis
pati menjadi gula.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan, maka diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut :
- Bakteri proteolitik menghasilkan enzim protease yang mampu menghidrolisis protein.
- Media Starch agar digunakan untuk menumbuhkan bakteri amilolitik dan didapatkan hasil terbentuknya koloni bakteri.
- Media skim agar digunakan untuk menumbuhkan 7bakteri proteolitik dan didapatkan hasil terbentuknya zona bening.
- Terbentuknya zona bening pada amilolitik dan7 proteolitik disebabkan oleh aktivitas bakteri amilolitik dan proteolitik yang memblock daerah pada cawan petri.
- Pada praktikum ini dilakukan pengenceran rumen sapi sampai 10-3.
DAFTAR PUSTAKA
Arora, S.P. 1999. Pencernaan Mikroba pada
Ruminansia. Gajah Mada 7University Press. Yogyakarta : vi + 114 hlm.
Munawar dan Harry Widjajanti. 2006. Mikrobiologi.
FMIPA Unsri : Indralaya : ii + 50 hlm.
Pelczar, M.J dan E.C.S. Chan. 2005. Dasar-Dasar
7Mikrobiologi Jilid 2. UIP. Jakarta : viii + 997 hlm.
Suhartono, Ilham. 1992. Macam-Macam Protein.
Balai Pustaka. Jakarta : xii
+ 218 hlm.
Suriawiria, Unus. 1999. Pengantar
Mikrobiologi Umum. 7Angkasa. Bandung
: x + 238 hlm.
Laporan Mikrobiologi
0 komentar:
Post a Comment