Angin bertiup dengan kencang dsekitar ku
aku malah bertahan dititik itu... 7
dan aku merasakan kenyamanan
walau aku tau, tubuh ini tak sanggup
aku seakan terjebak dalam sebuah pusaran
yang membuat ku terlena dalam sbuah putaran
bukan nya aku tak sadar dengan kondisi ini
aku mencoba keluar, 7
namun aku tak sanggup meninggalkannya
aku tetap bertahan, 7
namun aku tak tau harus sampai kapan
Logika ku menterjemah
ini sebuah kesalahan
Namun perasaan ku berkata
ini lah kebahagiaan7
Thursday, 27 March 2014
Sunday, 16 March 2014
Pembuatan Nata decoco
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Judul Praktikum : Pembuatan Nata de coco
Nama / Nim : Neddy
Ferdiansyah / 08101004016 Kelompok : IV (Empat)
Asisten : Novida R Sinaga Tanggal : 25 April 2013
I.
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk
mempelajari cara pembuatan nata decoo secara fermentasi dan untuk mengenal
jenis bakteri yang berperan dalam pembuatan nata decoo.
II. LANDASAN TEORI
Nata De Coco merupakan jenis komponen
minuman yang terdiri dari senyawa selulosa (dietry fiber), yang
dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad
renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Bibit nata
sebenarnya merupakan golongan bakteri dengan nama Acetobacter xylinum.
Dalam kehidupan jasad renik, bakteri dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok
yaitu bakteri yang membahayakan, bakteri yang merugikan dan bekteri yang
menguntungkan. Adapun yang termasuk dalam kelompok bakteri yang membahayakan
antara lain adalah bakteri yang menghasilkan racun atau menyebabkan infeksi,
sedangkan ternasuk dalam kelompok bakteri yang merugikan adalah bakteri
pembusuk makanan. Sementara yang termasuk dalam kelompok bakteri yang
menguntungkan adalah jenis bakteri yang dapat dimanfaatkan oleh manusia hingga
menghasilkan produk yang berguna. Acetobacter xylinum merupakan salah
satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti halnya bakteri asam
laktat pembentuk yoghurt, asinan dan lainnya (Anonim 2013: 1).
Nata yang
dihasilkan tentunya bisa beragam kualitasnya. Kualitas yang baik akan terpenuhi
apabila air kelapa yang digunakan memenuhi standar kualitas bahan nata, dan
prosesnya dikendalikan dengan cara yang benar berdasarkan pada factor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas Acetobacter xylinum yang
digunakan. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan
prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata
tanpa meninggalkan residu sedikitpun. Oleh sebab itu, definisi nata yang
terapung di atas caian setelah proses fermentasi selesai, tidak berlaku lagi
(Winarno 1998: 19).
Bakteri Acetobacter xylinum akan
dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya
dengan Karbon dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi
demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim akstraseluler yang dapat
menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Dari jutaan renik
yang tumbuh pada air kelapa tersbeut, akan dihasilkan jutaan lembar
benang-benang selulosa yang akhirnya nampak padat berwarna putih hingga
transparan, yang disebut sebagai nata (Kurniadi 1998: 21).
Air kelapa
yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang masak
optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang diperlukan
oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan asam
asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan sebagai
suplemen pembuatan anta de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa maltosa,
sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa karbohidrat
sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis digunakan dan
paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata. Adapun dari segi
warna yang paling baik digunakan adalah sukrosa putih. Sukrosa coklat akan
mempengaruhi kenampakan nata sehingga kurang menarik. Sumber nitrogen yang
dapat digunakan untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri nata dapat
berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast,
maupun Nitrogen an organic seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium
slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah
jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber
nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan
yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain
(Hidayat 1996: 12).
Asam asetat
atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air
kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat
dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat
keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan
anorganik lain bias digunakan. Seperti halnya pembuatan beberapa makanan
atau minuman hasil fermentasi, pembuatan nata juga memerlukan bibit. Bibit tape
biasa disebut ragi, bibit tempe disebut usar, dan bibit nata de coco disebut
starter. Bibit nat de coco merupakan suspensi sel A. Xylinum (Kurniadi
1998: 21).
Acetobacter
Xylinum merupakan bakteri
berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar , micron,
dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bias membentuk rantai
pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat ninmotil dan dengan pewarnaan Gram
menunjukkan Gram negative. Bakteri ini
tidka membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda,
individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua
membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya (Hidayat
1996: 12).
Bakteri ini
dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak
membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2
dan H2O. sifat yang paling menonjol dari bakteri itu adalah memiliki
kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya
selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Factor lain yang
dominant mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan
nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen. Bakteri Acetobacter Xylinum mengalami
pertumbuhan sel. Pertumbuhan sel didefinisikan sebagai pertumbuhan secara
teratur semua komponen di dalam sel hidup (Kurniadi 1998: 21).
Apabila bakteri
dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi
terlebih dahulu. Pada fase terjadi aktivitas metabolismedan pembesaran sel,
meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada
0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel
dengan kecepatan rendah. Fase
ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari.
Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraselulerpolimerase
sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (Hidayat
1996: 12).
III.
CARA KERJA
Disiapkan alat dan bahan yaitu air kelapa, gula pasir, amonium sulfat, dan asam asetat glasial. Disaring air kelapa dengan kain saring lalu di masukkan ke dalam panci dan di tambahkan gula pasir 10%, amonium sulfat 0,5% lalu di didihkan. Setelah itu di dinginkan dalam suhu kamar. Ditambah asam asetaa glasial 7,5 ml, di masukkan larutan ke dalam wadah. Lalu di tambahkan biakan Acetobacter xylinum 10%. Di tutup dengan kain kasa steril, dan di inkubasi selama 3 hari.
Di siapkan alat dan bahan, air kelapa di saring lalu di tambahkan gula pasir 10%, di tambahkan amonium sulfat 0,5% dan di didihkan. Dinginkan sampai mencapai suhu kamar. Di masukkan ke dalam wadah dengan tinggi 3 cm, di tutup dengan kain kasa lalu di inkubasi selama 14 hari, di jaga supaya tidak tergoncang.
Laporan Mikrobiologi
Deteksi Bakteri Amilolitik dan Proteolitik
LEMBAR HASIL KERJA
PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI
Judul Praktikum : Deteksi
Bakteri Amilolitik dan Proteolitik
Nama / Nim : Neddy
Ferdiansyah / 08101004016 Kelompok : IV (Empat)
Asisten : Novida
R Sinaga Tanggal :
18 April 2013
I. TUJUAN
Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui ciri-ciri bakteri pada medium yang mengandung
amilum dan untuk mengetahui ciri-ciri bakteri proteolitik pada medium yang
mengandung protein (protein susu).
II. LANDASAN TEORI
Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantung
yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kerja okstansif
bakteri dan mikroba terhadap zat-zat makanan menghasilkan pelepasan produk
akhir yang 7dapat diasimilasi. Papila berkembang dengan baik, sehingga luas
permukaan rumen bertambah 7 kalinya. Dari keseluruhan asam lemak terbang yang
diproduksi 85 % diabsorbsi dari epitel retikula rumen (Suriawiria 1990: 163).
Bakteri proteolitik merupakan mikroorganisme yang
memproduksi enzim protease ekstraselluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi
didalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel tetapi tidak semua mempunyai
enzim protease ekstraselluler. Bakteri proteolitik 7dapat digolongkan menjadi
beberapa kelompok, kelompok pertama bakteri aerobik atau anaerobik akultati,
tidak membentuk spora, misalnya pseudomonas dan proteus, kelompok kedua bakteri
aerobik dan anaerobik fakltatif membentuk spora misalnya basillus, kelompok
ketiga yaitu bakteri anaerobik pembentuk spora misalnya clostridium (Waluyo
2008: 164).
Bakteri amilolitik merupakan mikroorganisme yang
mampu memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana, terutama dalam bentuk
glukosa. Kebanyakan mikroorganisme amilolitik tumbuh subur pada bahan pangan
yang banyak mengandung karbohidrat (Gunawan 2013: 1).
Kondisi dalam rumen adalah
anaerobik, dan mikroorganisme yang paling sesuai dan dapat hidup dapat
ditemukan didalamnya. Tekanan osmose pada7 rumen mirip dengan tekanan aliran
darah. Temperatur dalam rumen adalah 38-420C, kurang lebih tetap dan
pH dipertahankan oleh adanya absorpsi asam lemak dan amonia. Saliva yang masuk
ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahanan pH tetap
pada 6,8. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar ion HCO3 dan
PO4 (Arora
1999: 10).
Rumen hewan pemamah
biak mencerna makanan yang mengandung selulosa dan polisakarida melalui sistem
lambung dengan bantuan mikroba. Karena didalam sistem lambung tersebut tidak
tersedia enzim pemecah selulosa dan menyebabkan terjadinya jalinan kehidupan
seperti simbiosis antar mikroba penghasil selulosa dengan sistem lambung hewan
tersebut. Makanan hewan yang berupa rumput-rumputan dan jenis daun-daunan yang
lainnya. Bahan tersebut sebagian besar ter7susun oleh polisakarida tananian dan
selulosa yang tidak larut dalam air, tetapi dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh sekelompok mikroba, maka bahan-bahan tersebut dapat dicerna dan
dimanfaatkan dalam proses-proses metabolisme tubuh hewan (Suriawiria
1999: 163).
Selulosa, hemiselulosa,
dan pektin dapat dicerna dengan baik sedangkan lignin tidak dapat dicerna sama
sekali. ADF mengandung 15 % pentosan yang disebut “micellar protein” yang
kurang dapat dicerna melainkan karbohidrat jenis lainnya. Lignin mempengaruhi
proses pencernaan hanya jika berada di dalam dinding sel. Hal inilah yang menyebabkan
rumput dengan kandungan lignin rendah tetapi mempunyai lebih banyak dinding sel
kurang dapat dicerna dibandingkan Leguminoceae yang memiliki lignin dua kali
lebih banyak. Dan hal ini disebabkan Leguminoceae rata-rata mempunyai kandungan
dinding sel yang lebih rendah dari pada rumput-rumputan Graminaceae (Arora 1999:
17).
Didalam rumen,
spesies-spesies bakteri dan protozoa yang berbeda-beda saling berinteraksi
melalui hubungan simbiosis dan menghasilkan produk-produk yang khas seperti selulosa, hemiselulosa,
dan pati. Melalui pencernaan polimer tumbuhan, bakteri-bakteri tertentu akan
bertanggungjawab dalam proses fermentasi pregastris membentuk asetat, propionat
butirat, CO2 dan H2. Spesies bakteri metanogenik
mempergunakan CO2, H2 dan formal untuk membentuk metana.
Beberapa spesies memproduksi monia dan asam lemak terbang berantai cabang dari
asam-asam amino tertentu (Suriawiria 1999: 168).
Bakteri amilolitik adalah bakteri yang
mampu menghidrolisis amilum menjadi gula sederhana yang mudah larut, sedangkan
bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu menghidrolisis protein menjadi
dipeptida atau bahkan menjadi asam amino yang mudah larut sehingga mudah
dicerna. Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa bakteri
amilolitik adal7ah bakteri yang mampu menghasilkan enzim amilase, sedangkan
bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu menghasilkan enzim protease. Hal
tersebut didasarkan pada kemampuan kedua bakteri tersebut dalam menghidrolisis
substrat tertentu, misalnya protein dan amilum (Pelczar & Chan 2005: 56).
Kalau diketahui bahwa volume lambung
sapi adalah 100 liter dan lambung kambing adalah 6 liter, maka sebenarnya
dengan terjadinya proses enzimatis di dalamnya, maka lambung tersebut adalah
bejana fermentasi (fermentator) alami yang menakjubkan, dengan temperatur
konstan 39 0C. Bahan makanan yang memasuki bejana tersebut akan
tercampur dengan mikroba fermentatif selama lebih kurang 9 jam. Selama itu
bakteri selulolitik dan protozoa akan menghidrolisis selulosa menjadi
disakarida-selubiose dan monosakarida glukosa (Suriawiria 1999: 163).
Faktor fisik
seperti pengisian gastro intestinal menimbulkan disten si retikulo rumen dan
akan membatasi konsumsi selanjutnya. Gastrin merangsang motilitas omasum dan
menghambat motilitas retikulo rumen, sehingga konsumsi pakan akan menurun.
Beberapa pakan tertentu kurang palatabilitasnya dibandingkan paka lainnya, hal
ini akan membatasi konsumsi pakan. Bakteri Intonindra
dan Ophroyosculex yang berfungsi
memecah protein dalam rumen mempunyai dua enzim proteolitik, yaitu protinase
dan peptidase. Bakteri proteolitik yang dapa7t diidentifiksi dalam rumen adalah Bacteriodes,
Amylophilus, Peptostreptococcus. Sebagian besar galur bakteri tersebut
memiliki aktivitas eksopeptidase (Arora 1999: 9-10).
III. CARA KERJA
1. Pembuatan suspensi cairan rumen sapi
Larutan
garam fisiologis sebanyak 9 ml dalam tabung reaksi diinokulasi dengan 1 gram
kotoran rumen, selanjutnya dihomogenkan menggunakan super mixer kurang lebih 1
menit. Setelah homogen dibuat pengenceran sampai 10-3.
2.
Inokulasi suspensi cairan rumen ke media uji
Pada pengenceran 10-3 diambil 0,1 ml
diinokulasi kedalam medium Starch Agar dan diratakan menggunakan drigal sky.
Dlakukan inokulasi yang sama kedalam medium Skim Milk Agar. Masing-masing
diinkubasi pada suhu 370C selama 2 x 24 jam. Setelah diinkubasi
ditambahkan iodium lugol pada koloni yang tumbuh pada permukaan medium Starch7
Agar, diamati apakah terdapat koloni yang dikelilingi zona jernih. Pada medium
Skim Milk Agar juga diamati apakah terdapat koloni yang dikelilingi zonaa
jernih.
Laporan mikrobiologi
Sunday, 9 March 2014
Menanti Pelangi dalam sebuah Cakrawala
Kisah yang hanya dianggap sebuah permainan
Dalam rentan waktu yang terpikir hanya sebuah ketidak pastian
Canda dan tawa hanya pelengkap semata7
Tangis dan duka menjadi tokoh utama
Dalam sebuah Kata Pasti7
Tersirat Asa yang amat mendalam
Mencoba mencari jejak yang telah lama hilang
Dalam gelap indra pun tak berperan
Hanya terpuruk dalam penantian
Namun,!!!
Tuhan tlah janjikan
Yang terbaik untuk yang selalu berusaha7
Menyibak tabir
Hingga secercah cahaya itu hadir
Membawa sang Pelangi7
Dalam sebuah Cakrawala
Dalam rentan waktu yang terpikir hanya sebuah ketidak pastian
Canda dan tawa hanya pelengkap semata7
Tangis dan duka menjadi tokoh utama
Dalam sebuah Kata Pasti7
Tersirat Asa yang amat mendalam
Mencoba mencari jejak yang telah lama hilang
Dalam gelap indra pun tak berperan
Hanya terpuruk dalam penantian
Namun,!!!
Tuhan tlah janjikan
Yang terbaik untuk yang selalu berusaha7
Menyibak tabir
Hingga secercah cahaya itu hadir
Membawa sang Pelangi7
Dalam sebuah Cakrawala
Subscribe to:
Posts (Atom)